Kepikunan atau demensia tidak melulu dialami seseorang yang telah lanjut usia. Orang yang masih tetap berusia muda ternyata juga dapat terancam serangan pikun.
” Dalam tiga tahun paling akhir, masyarakat mulai sadar bahwa gejala-gejala Alzheimer dapat terlihat pada saat usia muda. Bahkan juga kami memperoleh laporan bahwa Alzheimer sudah menyerang anak muda berumur 22 th. di Jawa Barat, ” kata Executive Director Alzheimer’s Indonesia, DY Suharya di Silang Monas, Jakarta Pusat, Mingu (27/9/2015).
Berdasar pada riset terbaru, penderita demensia di Indonesia senantiasa bertambah setiap tahunnya. Penambahan tersebut mencapai angka 20 % atau saat ini menjadi sebanyak 1, 2 juta orang. Di samping faktor kesehatan, penyakit demensia ini juga dapat membahayakan ekonomi keluarga.
Data yang di terima DY, penderita Alzheimer alami kerugian disebabkan pikun jadi tambah dari USD 1, 7 miliar jadi USD 2 miliar. Kerugian ini muncul karena hilangnya pendapatan untuk orang dengan demensia (ODD), biaya pengurusan ODD dan beberapa biaya penyembuhan yang perlu ditebus.
” Jika pendampingnya (ODD) yaitu anggota keluarganya, jadi kerugian ekonomi yang muncul yaitu hilangnya pendapatan dari anggota keluarga tersebut karena beralih peran dari pekerja menjadi caregiver, ” tutur dia.
Oleh karena itu, DY dengan organisasi nonprofit ini mengakampanyekan gerakan peduli Alzheimer mulai sejak 2013 lalu. Hari ini organisasi yang dipimpinnya juga mengadakan Jalan Sehat “Melawan Pikun” dalam rencana World Alzheimer’s Month.
Melalui aktivitas ini mereka berupaya mensosialisasikan bahaya demensia. Masyarakat diharapkan bisa memperhatikan mulai sejak awal beberapa gejala yang terkait dengan penyakit demensia tersebut .
” Resiko terserang Alzheimer dapat dikurangi dengan menerapkan gaya hidup sehat, olahraga teratur, mengonsumsi makanan bergizi serta seimbang, berpikiran positif serta melakukan aktivitas secara produktif, ” tukas dia.
Berikut sejumlah gejala demensia yang harus diwaspadai :
1. Gangguan daya ingat.
Sering lupa bakal peristiwa yang barusan berlangsung, lupa janji, bertanya serta menceritakan hal yang sama berkali-kali, serta lupa tempat parkir dimana dalam frekwensi yang tinggi.
2. Sulit fokus.
Sulit melakukan aktivitas, pekerjaan sehari-hari, lupa langkah memasak, mengoperasikan telefon, handphone, tidak bisa lakukan penghitungan simpel, serta bekerja dengan saat yang lebih lama dari umumnya.
3. Sulit melakukan kegiatan yang familiar.
Kerapkali susah untuk berencana atau merampungkan pekerjaan sehari-hari, bingung langkah mengemudi serta susah mengatur keuangan.
4. Disoritentasi.
Bingung bakal saat (hari/tanggal/hari utama), bingung dimana mereka bakal ada serta bagaimanakah mereka hingga disana serta tidak paham jalan pulang kembali pada rumah.
5. Kesulitan memahami visuospasial.
Susah untuk membaca, mengukur jarak, memastikan jarak, membedakan warna, tak mengetahui waja sendiri di cermin, menabrak cermin waktu jalan, menuangkan air di gela tetapi tumpah serta tak pas menuangkannya.
6. Gangguan berkomunikasi.
Kesusahan bicara serta mencari kata yang pas, kerapkali berhenti di dalam pembicaraan serta bingung untuk meneruskannya.
7. Menaruh barang tidak pada tempatnya.
Lupa dimana menempatkan suatu hal, bahkan juga terkadang berprasangka buruk ada yang mengambil atau menyembunyikan barang itu.
8. Salah membuat keputusan.
Kenakan pakaian tidak serasi. Umpamanya menggunakan kaos kaki kiri berwarna merah, kaos kaki kanan berwarna biru, tidak bisa mempertimbangkan pembayaran dalam bertransaksi serta tidak bisa menjaga diri dengan baik.
9. Menarik diri dari pergaulan.
Tak mempunyai semangat maupun gagasan untuk beraktivitas atau hoby yang umum di nikmati, serta tak terlampau semangat untuk berkumpul dengan rekan-temannya.
10. Perubahan perilaku dan kepribadian.
Emosi beralih dengan cara mencolok, jadi bingung, berprasangka buruk, depresi, takut atau bergantung yang terlalu berlebih pada anggota keluarga, gampang kecewa serta putus harapan baik dirumah ataupun dalam pekerjaan.
” Dalam tiga tahun paling akhir, masyarakat mulai sadar bahwa gejala-gejala Alzheimer dapat terlihat pada saat usia muda. Bahkan juga kami memperoleh laporan bahwa Alzheimer sudah menyerang anak muda berumur 22 th. di Jawa Barat, ” kata Executive Director Alzheimer’s Indonesia, DY Suharya di Silang Monas, Jakarta Pusat, Mingu (27/9/2015).
Berdasar pada riset terbaru, penderita demensia di Indonesia senantiasa bertambah setiap tahunnya. Penambahan tersebut mencapai angka 20 % atau saat ini menjadi sebanyak 1, 2 juta orang. Di samping faktor kesehatan, penyakit demensia ini juga dapat membahayakan ekonomi keluarga.
Data yang di terima DY, penderita Alzheimer alami kerugian disebabkan pikun jadi tambah dari USD 1, 7 miliar jadi USD 2 miliar. Kerugian ini muncul karena hilangnya pendapatan untuk orang dengan demensia (ODD), biaya pengurusan ODD dan beberapa biaya penyembuhan yang perlu ditebus.
” Jika pendampingnya (ODD) yaitu anggota keluarganya, jadi kerugian ekonomi yang muncul yaitu hilangnya pendapatan dari anggota keluarga tersebut karena beralih peran dari pekerja menjadi caregiver, ” tutur dia.
Oleh karena itu, DY dengan organisasi nonprofit ini mengakampanyekan gerakan peduli Alzheimer mulai sejak 2013 lalu. Hari ini organisasi yang dipimpinnya juga mengadakan Jalan Sehat “Melawan Pikun” dalam rencana World Alzheimer’s Month.
Melalui aktivitas ini mereka berupaya mensosialisasikan bahaya demensia. Masyarakat diharapkan bisa memperhatikan mulai sejak awal beberapa gejala yang terkait dengan penyakit demensia tersebut .
” Resiko terserang Alzheimer dapat dikurangi dengan menerapkan gaya hidup sehat, olahraga teratur, mengonsumsi makanan bergizi serta seimbang, berpikiran positif serta melakukan aktivitas secara produktif, ” tukas dia.
Berikut sejumlah gejala demensia yang harus diwaspadai :
1. Gangguan daya ingat.
Sering lupa bakal peristiwa yang barusan berlangsung, lupa janji, bertanya serta menceritakan hal yang sama berkali-kali, serta lupa tempat parkir dimana dalam frekwensi yang tinggi.
2. Sulit fokus.
Sulit melakukan aktivitas, pekerjaan sehari-hari, lupa langkah memasak, mengoperasikan telefon, handphone, tidak bisa lakukan penghitungan simpel, serta bekerja dengan saat yang lebih lama dari umumnya.
3. Sulit melakukan kegiatan yang familiar.
Kerapkali susah untuk berencana atau merampungkan pekerjaan sehari-hari, bingung langkah mengemudi serta susah mengatur keuangan.
4. Disoritentasi.
Bingung bakal saat (hari/tanggal/hari utama), bingung dimana mereka bakal ada serta bagaimanakah mereka hingga disana serta tidak paham jalan pulang kembali pada rumah.
5. Kesulitan memahami visuospasial.
Susah untuk membaca, mengukur jarak, memastikan jarak, membedakan warna, tak mengetahui waja sendiri di cermin, menabrak cermin waktu jalan, menuangkan air di gela tetapi tumpah serta tak pas menuangkannya.
6. Gangguan berkomunikasi.
Kesusahan bicara serta mencari kata yang pas, kerapkali berhenti di dalam pembicaraan serta bingung untuk meneruskannya.
7. Menaruh barang tidak pada tempatnya.
Lupa dimana menempatkan suatu hal, bahkan juga terkadang berprasangka buruk ada yang mengambil atau menyembunyikan barang itu.
8. Salah membuat keputusan.
Kenakan pakaian tidak serasi. Umpamanya menggunakan kaos kaki kiri berwarna merah, kaos kaki kanan berwarna biru, tidak bisa mempertimbangkan pembayaran dalam bertransaksi serta tidak bisa menjaga diri dengan baik.
9. Menarik diri dari pergaulan.
Tak mempunyai semangat maupun gagasan untuk beraktivitas atau hoby yang umum di nikmati, serta tak terlampau semangat untuk berkumpul dengan rekan-temannya.
10. Perubahan perilaku dan kepribadian.
Emosi beralih dengan cara mencolok, jadi bingung, berprasangka buruk, depresi, takut atau bergantung yang terlalu berlebih pada anggota keluarga, gampang kecewa serta putus harapan baik dirumah ataupun dalam pekerjaan.
Blogger Comment